Friday, January 02, 2009

About Palestina

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Al-Qur'an, 005.087 (Al-Maeda [The Table, The Table Spread])

Text Copied from DivineIslam's Qur'an Viewer software v2.9

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Maidah [5]: 87)

Aku ingin mengingatkan ini pada semua kawanku, setelah aku dapet bulbo di FS-ku yang aku rasa ada kaitannya sama ayat ini. Inget, ini bukan tafsiran ayat dan tulisan di bawah ini nggak bisa dijadikan hujjah karena aku bukan ustadzah.

Aku ngerti buletin itu ngajak untuk peduli dengan nasib saudara seiman di Palestina. Aku seneng kepedulian itu dibagikan pada orang-orang yang awam. There’s so many things those we have to do for them in Palestine.

Tapi yang aku herankan adalah, haruskah jadi mengharamkan barang produksi Israel dan Amerika (dengan cara di boikot)? Jika tujuannya untuk menghambat “gerak” mereka, sejauh mana boikot itu akan berpengaruh?

Aku nggak membela mereka yang menyakiti saudaraku di Palestina ataupun belahan dunia manapun. Tapi kalo urusannya udah mengharamkan yang dihalalkan Allah, bukankah itu seperti orang kafir yang menjadikan pendetanya sebagai Tuhan? Mereka mengikuti apa yang dikatakan pendetanya walaupun itu berlawanan dengan yang ada di kitab suci mereka.

Sikap itu cuma menimbulkan inkonsistensi atau ketidakkonsistenan. Emang Internet dikira bukan bikinan orang Yahudi? Apa lantas yang punya mobil Ford, yang pake produk elektronik buatan Amerika, yang makan roti (di Indonesia ada gandum gitu? Impor tau!), yang makan tempe tahu (kan kedelainya impor dari Amerika...) apa lantas mereka jatuh pada dosa akibat melanggar yang “diharamkan” tersebut? Trus kalo orang sakit yang obatnya berasal dari produk Israel atau Amerika gimana? Trus, kalo produk itu manufakturnya di negara Islam (walaupun perusahaan Yahudi/Amerika) gimana? Atau sebaliknya, kalo itu perusahaan Islam tapi manufakturnya di Israel, gimana? Trus saudara Muslim kita di Amerika gimana dong?

Apa lantas jual-beli dengan orang Yahudi dan Nashrani jadi haram? Siapa yang mnengharamkan?!

Trus lagi, ditulis, “Naudzubillahimindzalik jika kita tersenyum saat ratusan orang meregang nyawa...”. Siapa yang senyum? Su’uzhon aja nih... Lihat akarnya. Orang nggak akan ngerti kalo langsung “ditembak” gitu, apalagi awam. Jangan tekan awam dengan perkataan, “Kalau kamu nggak peduli sama saudara Muslim di Palestina berarti kamu begini dan begitu! Kamu bukan Muslim yang baik kalau nggak peduli!” atau semacamnya. Lha wong sama saudara Muslim di Indonesia yang kelaperan, yang kena bencana, dan yang kesusahan aja masih susah pedulinya, gimana yang jauh? Jadi repot. Tanamkan dulu kenapa mereka mesti peduli, karena mereka di Palestina itu saudara seiman. Kenapa mesti peduli, karena itu perintah Allah. Itulah susahnya kalo tauhid belum mencengkram di hati, kalo nggak ada hubungannya sama keuntungan diri sendiri nggak mau peduli. Coba bersabar dalam menanamkan bahwa kita harus peduli karena itu memang perintah Allah.

Ada lagi, jangan jadikan alasan kemanusiaan (bagi kita orang Muslim) untuk membantu mereka. Lakukan ini karena Allah. Jika memang ulil amri telah menyuruh jihad di sana, maka lakukan dengan niat menaati perintah Allah... Pikir lagi, if you say “I’ll go there because of my humanity.” Berarti niat ke sana bukan karena Allah! Hal ini juga perhatiin!

Trus ada lagi, adanya anjuran untuk doa bersama. Aina dalil? Mana contoh dari Rasul?

Ada lagi, kejadian di Palestina ini jadi ajang saling tunjuk antar “kelompok” Islam. Ada yang nunjuk-nunjuk orang atau kelompok lain, “Mana kepedulian kalian? Acuh banget sih sama Palestina! Anti jihad-kah kalian?”. Prihatin, koq jadi kayak ajang pamer. Sayang loh pahalanya... Lagian, kasarnya gini, emang siapa elu sampe-sampe gw mesti ngelaporin segala amalan gw?

Intinya, kejadian di Palestina ini juga jadi pelajaran buat kita, mana yang kita dahulukan, dalilkah? Ataukah akal kita? Ataukah semangat kita? Ataukah perasaan kita? Ini semua ujian, dalam keadaan gini kamu percaya atau nggak, masalah akan selesai dengan cara yang telah ditentukan Allah, atau kamu merasa memiliki cara yang lebih baik? Naudzubillahi mindzaalik, jangan sampai memiliki pikiran pendapat kita lebih baik dari dalil dalam Alquran dan Sunnah.

Wallahu a’lam, wallahul musta’an...

No comments:


Semoga apa yang ana usahakan bermanfaat bagi antum wa antunna...