Thursday, August 21, 2008

Pelajaran Nasehat

Ternyata, menerima nasehat juga perlu belajar dan penuh pembelajaran ya...

Pertama, belajar menghargai yang ngasih nasehat. Ya, kadang emang sih orang yang ngasih kritik sama ngasih nasehat nggak ada bedanya. Tapi ya lumayan lah ada yang ngingetin, diluar itu bener atau nggak. Walau kadang gondok, eneg, pengen nyangkal, merasa nggak butuh, sebel, kesel, tersinggung, (sudah... sudah...) doain aja semoga si penasehat ikhlas.

Kedua, belajar melihat diri sendiri. Ternyata diri kita itu nggak sempurna lo. Sengaja atau nggak, pernah kita melakukan kesalahan. Nah, ternyata kekurangan yang kita miliki itu jadi ladang pahala buat orang lain.

Ketiga, belajar memilah nasehat. Orang yang nggak pernah dapet nasehat ya gimana belajar untuk milih nasehat mana yang mesti dilakukan mana yang nggak. Nggak semua orang nasehatin sesuai dengan syari’at. Yang nggak sesuai syari’at mah nggak usah diturutin...

Keempat, belajar melihat siapa yang benar-benar teman kita. Seorang teman yang sayang sama kita, dia ingin kita terus memperbaiki diri supaya lebih syar’i. Dan seorang teman ketika tau kekurangan temannya akan memberi saran sesuai syari’at agar kita lebih baik.

Kelima, belajar mengetahui siapa yang peduli dengan keadaan iman kita. Seorang teman sejati akan menyadari bahwa dirinya hanya berteman dengan manusia biasa, seperti dirinya. Kekurangan dalam sisi manusia akan banyak ditemui, tapi dia akan tau sisi yang paling penting untuk diperbaiki, yaitu bagaimana temannya tetap beriman dan bertaqwa, tetap ikhlas dan ittiba’, serta tetap taat kepada Allah.

Keenam, belajar mengetahui siapa saja teman yang merasa dirinya perfect. Orang yang merasa dirinya sempurna biasanya melakukan banyak jurus untuk menyangkal atau menolak nasehat, bahkan sebelum sebuah kata terucap. Mulai dari pura-pura mendengar, sampe langsung ngacir begitu ketemu orang yang pernah nasehatin dirinya. Bahkan, orang yang “feel so perfect”-nya udah akut, biasanya bisa sampe marah jika diingatkan.

Yah, inilah yang aku pikirkan tentang nasehat-menasehati. Sekalian curhat colongan, hehehehehehe...

Not Waiting for Anyone Specifically

I was sad because I never had boyfriend in my past.

But I’m so happy now, because my future husband will also be the first boyfriend for me…

I’m also so happy with no one ever told me that he chases for me or waits for me. So I’m not wasting my energy to wait for someone with so much uncertainty. Then I still have thousands of choice to decide who will be my future husband.

Alhamdulillah…

Rundown for...

Nggak terasa...

Menjelang rundown 1 tahun targetku untuk...

(Buat yang kenal aku Insya Allah tau apa yang aku tunggu... Hehehe)

September 2008 = Ramadhan 1429 H

Ramadhan 1430 H Insya Allah mulainya 21 Agustus 2009

(menurut hijri cal yang ada di komputerku...)

Idul Fitrinya 20 September 2009

KKP udah lewat... Tinggal skripsi...

Walau masih menjalani semester 7...

Haaaaaa...

Rasanya cepet juga...

Doakan aku...

^o^

Pencurian dalam Masjid

Pertama tau ada model pencurian gini...

Aku nggak habis pikir...

Parah banget sih orang yang nyolong di masjid...

Pertama kali aku punya temen yang kecolongan di masjid tuh waktu SMP...

Masih di luar masjid, kayak kehilangan sepatu gitu...

Ternyata SMA,

Temenku yang bendahara di kelasnya juga keilangan uang...

Yang ditaro dalem tas yang ditaro di depan masjid bagian akhwatnya di lantai 2...

Buat yang tau masjid SMANSA tempo doeloe (2003-2006), tau kan dimana?

Kuliah,

Parah...

Orang kehilangan tasnya di dalem masjid...

Bahkan udah ada tempelan

”Hati-hati pencurian di dalam masjid”

Berarti udah berkali-kali ya?

Asli, parah!

Aku inget kata ustadz di tempat aku biasa ngaji...

Penjahat yang paling susah taubat itu pencuri...

Karena itu berhubungan sama hak manusia...

Hak bani Adam...

Yang akan dituntut sampe akhirat kalo-kalo si yang dizholimi nggak mengikhlaskan...

Misalnya copet, kebayang nggak sih berapa dompet yang dicolong tiap tahunnya?

(Emang situ copet aye tanyain, hehehe...)

Mana ada coba copet yang nyatet biodata korbannya en punya niat baik ngebalikin kalo udah kagak kepepet lagi...

Belum lagi kutukan orang yang dicopet suka parah, semacem ”Sialan!”, ”Bangxxx”, ”Brengxxx”...

Hah, nggak tau deh apa bisa orang yang nyolong baca tulisan ini...

Pesen aku:

”Tobatlah... Pasang iklan di koran... Minta maaf sama orang-orang yang pernah situ zholimi... Soalnya, walau situ ntar tobat en jihad dan syahid dengan izin Allah, ”utang” situ kudu tetep dilunasin selama yang pernah situ zholimi belum ikhlas...”

Lupa Teman...

Seorang Muslim jangan sampai lupa siapa teman siapa lawan...

Jangan sampe seorang Muslim lebih bersikap baik pada non-Muslim yang nyata-nyata memerangi Allah, yang tidak suka jika ummat Islam kembali pada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman yang benar...

Karena yang aku lihat...

Ada sekumpulan orang...

Yang memusuhi satu golongan (yang terpaksa jadi disebut golongan)

Satu golongan

...yang hanya ingin kalimat tauhid tegak di muka bumi...

...dengan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam...

Padahal,

Kumpulan orang yang memusuhi itu...

Menginginkan persatuan ummat Islam...

Aneh kan?

About Taubat

Suatu hari aku nonton TV.

Aku mengamati banyaknya artis yang umroh.

Nah, suatu hari aku liat artis -yang biasanya suka umbar aurat- pulang umroh.

Trus, ketika ditanya sama wartawan, ”Udah tobat mba?”

Dengan ”innocent”-nya dia bilang, ”Emang saya punya dosa apa?”

Masya Allah...

Pengen banget bilang, ”Lha, mba sendiri yang nggak menutupi aib mba sendiri. Orang sih tau itu dosa... Koq bisa toh mba ngomong begitu?”

Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam aja tiap hari beristighfar alias minta ampun pada Allah. Padahal beliau sudah diampuni dosanya oleh Allah...

Tapi tujuan tulisan ini bukan untuk ngomongin artis itu. Tapi lebih ke diri kita sendiri.

Kadang kita merasa sangat tidak berdosa, masa lalu kita sangat baik, saat ini kita sangat bersih, sangat ... pokonya yang kurang cuma orang lain deh...

Kayanya kita perlu belajar tawadhu. Belajar bahwa hidup kita ini perlu ada perbaikan setiap hari. Mau kita memang berasal dari keluarga yang sedari kecil mengajarkan sunnah pada kita, apalagi yang keluarganya jauh dari sunnah... Kita memerlukan revisi progresif (bahasanya berat bo!) keimanan kita.

Iman emang naik turun. Tapi jangan sampe timbul tenggelam. Tempo-tempo ada, tempo-tempo ilang nggak jelas kemana. Minta sama Allah agar kita istiqomah, dan kita juga harus usaha supaya Iman itu terus melekat dalam hati.

Tobat itu kewajiban seumur hidup. Jangan sampe kita nganggap tobat itu hanya buat orang-orang lain yang banyak dosa. Tiap bani Adam pasti pernah melakukan kesalahan. Tapi nggak semua bani Adam tergerak untuk tobat.

Bungee Jumping Feels Like...

I want to feel how bungee jumping feels like…
Because I feel it’s really uncomfortable when it happen to my heart…

Ya Allah, tetapkanlah hatiku…

What Am I Thinking Now?

Again, I want to go somewhere to think through what I’ve done.

What things those had been so wrong & put me in such uncomforted situation.

What am I thinking now?

I feel so down. I feel guilty for something I never done.

I know,

I don’t have to take any responsibility to something wrong that other person did.

You even can’t be responsible to yourself yet.

Think about your own needs is not an evil thing

You are not putting anyone else in any problem when you give an effort to fulfill your need…

In Chinese vocabulary, selfish means two things:

1. Doing something useful for you, give attention to yourself, love yourself

2. Evil things you do to other for your sake

We can’t get it together into one meaning. Actually I can’t remember exactly those selfish meaning in Chinese.

Give attention to you is not an absolute evil thing

Even

Give attention to you is absolutely not an evil thing…

Ada Apa dengan Frekuensi

Kadang aku merasa diriku terlalu memaksakan untuk berteman dengan seorang yang aku nggak nyambung sama sekali.
Aku kadang merasa, mungkin ada hal yang bisa bikin nyambung sama dia yang nggak nyambung itu.
Tapi ternyata,
Ketika hati beda frekuensi, sulit juga.

Ini aku ambil dari pengalamanku ber-friendster. Aku kenal beberapa orang yang sama-sama ikut kajian salaf, mulai dari Medan, Bogor, Kuala Lumpur, sampe Jepang... Walau nggak pernah ketemu rasanya deket dan aku merasa nyaman. Ya, nggak semua sama tingkatan nyamannya. Yang jelas, aku merasa aman dan nyaman untuk menjadi diriku sendiri.

Yang lain, walau aku coba untuk ramah, duluan menyapa, tapi tetep aja rasanya palsu, hampa, penuh pura-pura... Aku merasa, koq segininya ya? Apa sejauh itu beda frekuensinya?

Tapi ya, aku juga bisa nyaman dengan orang lain yang aku tau itu nggak se-frekuensi, tapi belum sampe tahap aman untuk menjadi diriku sendiri. Pengen rasanya punya temen nggak hanya karena pernah ketemu. Karena, berdasarkan pengalaman, adjusting ourselves to others and others did so, create a strange relationship. Each never learn how to accept the real others’ selves...

That’s what I feel. I might be wrong.

Ternyata Aku Memang Hanya Manusia Biasa

Ternyata aku memang hanya manusia biasa...

Yah, semua orang juga tau, aku emang cuma manusia biasa.

Hatiku lagi aneh, rasanya ada yang berat. Terasanya agak sedih, tapi untuk nangis kayaknya sangat bisa aku tahan, nggak seperti kesedihan sebelumnya. Mungkin otakku bingung, harus mengeluarkan air mata untuk apa?

Mungkin aku banyak dosa ya? Allahu a’lam...

Cuma Allah yang tau aku kenapa, aku aja nggak tau.

Aku hanya merasa belum mampu untuk itsar.

Merelakan kepentinganku untuk kepentingan orang lain...

Pikiranku selalu...

Kenapa aku?

Koq gw sih?

Dasar, tukang mengeluh...

Sudahlah...

Salafi Keras? Boong banget...

Aku suka lucu deh sama orang yang bilang salafi itu keras (bukan lucu sih, sebel...)

Alasannya cuma karena “Mereka nggak mau difoto”, “Mereka mengharamkan musik”, dll...

Lha, nggak usah orang bermanhaj salafi juga ada yang nggak mau difoto, apa mereka juga disebut keras?

Kalo musik, lha, bukan kita yang haramin... Plis deh...

Dulu, sebelum aku mantap, jujur aku nggak merasakan perbedaan dan bagian mana yang harus dibedakan antara salaf dan yang ngakunya moderat. Tapi justru mereka yang ngaku moderat yang sebelumnya aku sempat di pihak itu, sangat melarang aku untuk menuntut ilmu dari ustadz salafi, membaca buku salafi, dan justru itu yang membuatku mantap untuk menjadi salafi. Jawaban yang aku dapat dari kajian salaf sangat logis, sangat ilmiah, sangat fair, subhanallah... Aku bahagia merasa miskin dan bodoh ketika ada di majelis ilmu itu, sehingga aku terus haus akan ilmu... Aku berada di majelis yang menghargai ilmu, menghargai diriku dengan jujur, dan yang para pengkajinya adalah manusia biasa yang sangat peduli keadaan imanku...

Ya... Itu mah Allah yang ngatur, alhamdulillah... Cahaya itu Allah sampaikan dan tidak ada yang mampu menghalangi. Tinggal sekarang aku nggak boleh bandel biar cahaya itu terus menyala...

Aku juga bersyukur pada Allah, ternyata da’wah salafi yang -kata orang yang nggak tau- disebut keras, ternyata sudah menyebar begitu luas dan ternyata inilah da’wah yang lembut dan penuh hikmah. Maha Suci Allah yang menciptakan ustadz-ustadz yang begitu sabar berda’wah, semoga Allah memberi barokah hidup mereka dan keluarganya.

Buat yang bilang salafi keras, ayo tabayyun, cek sendiri. Jangan kata orang doang. Datangi majlis ilmu salafi dengan niat ikhlas. Jangan berpikir buruk dulu tentang materi berat. Kamu bukan anak kecil lagi. Ilmu sains dan lainnya yang berat kamu mau pelajari, masa ilmu agama kamu sendiri nggak mau.

Jangan sampai kamu memusuhi saudara kamu sendiri. Lihat hati kamu, mengapa ada kebencian sebegitu besar pada saudaramu sesama Muslim yang hanya ingin seluruh ummat mentauhidkan Allah...

Aku dan Walimatul ‘Urus Orang

Kemaren-kemaren orang tuaku banyak menghadiri pesta pernikahan alias walimatul ‘urus. Tapi “sayangnya”, yang dihadiri yang mewah-mewah. Yang budgetnya sekitar 100 juta...

Buset dah... (Heh! Koq kagetnya gitu sih???!!)

Masya Allah...

Di pikiranku, boros banget... Ngasih makan orang segitu banyak, orang-orang yang notabene kaya, nggak tau deh ada fakir miskinnya apa nggak di situ.

Tau nggak, di pikiranku, bugdet nikahanku nanti (yang entah kapan) semoga nggak jauh dari 10-15 jutaan (gede tau!). Yaa, mungkin undangan resmi cuma beberapa orang. Konsumsi 5 juta cukup nggak ya? Sisanya buat aku sama calon suamiku besoknya, hehehehehe...

Aku nggak pengen bermewah-mewahan. Tapi ada yang lebih aku khawatirkan. Keluarga besar pasti akan ikut campur (aduh, bahasa yang enaknya apa ya...???) dalam pernikahan nanti. Kebanyakan anak-anak uwa sama paman-bibi pada nikahnya di gedung. Lha, sewa gedung aja berapa. Belum lagi makanannya kalo di gedung mesti seribet apa...

Ya sudahlah, mikirinnya ntar aja. Yang jelas aku nggak segitu baiknya untuk mengorbankan makanku esok hari untuk ngasih makan orang-orang yang bahkan udah kekenyangan...

Oia, minta saran. Aku paling sebel sama yang makan di undangan yang nyisain makanannya banyak gila (maksudnya banyak banget). Kadang ngenes banget soalnya yang lapar juga masih banyak. Gimana ngingetinnya ya? Apalagi ntar kan yang dateng kerabat orang tua dan kerabat calon mertua juga...

Halah, koq pusingnya sekarang...

.:: Pantesan nikah menggenapi separuh agama. Orang udah nikah nggak usah pusing mikirin ini. Bisa konsen dah sama tholabul ilmi dan kegiatan bermanfaat lain... ::.

Libur Akan Usai

Liburan sebentar lagi selesai. Kembali ke kesibukan kuliah... Rasanya baru kemaren masuk kuliah, udah mau lulus setahun atau dua tahun lagi. Harus udah mulai mikirin skripsi... Secara ilmu yang aku pelajari adalah ilmu sosial yang harus aku pikirin kemudahan dan kesulitan yang nanti aku hadapi, belum biayanya yang kemungkinan dari diri sendiri. Belum lagi menghadapi keinginan untuk nikah setelah KKP, berarti sebelum skripsi.

Hah...

Kebayang capeknya...

Tapi Insya Allah, ini udah jalannya. Aku udah mulai “menikmati” kuliahku, walau tetep aja rasanya lebih pengen untuk menjadi akhwat sejati yang menjadi ratu rumah tangga... Tapi toh ilmu ini Insya Allah nantinya berguna. Yang harus aku pertahankan, aku nggak boleh jadi obsesif sama nilai dan hal-hal yang berkaitan dengan kuliahku, karena kuliah ini cuma jalan, bukan tujuan...

Ada waktunya nanti aku akan menikah dengan seseorang yang Allah taqdirkan akan menjadi suamiku. Sekarang aku masih harus jadi anak kuliahan yang tiap hari pulang ke rumah orang tua... Semoga Allah selalu menanamkan kesabaran ke dalam hatiku untuk menghadapi ini semua.

Kalo dirasa-rasa kayaknya capek banget. Tapi aku biarkan aja mengalir. Aku berusaha sebaik mungkin mengerjakan apa yang aku hadapi dan nggak terlalu banyak mengeluh. Aku juga nggak pengen mikir macem-macem. Just focus...

Tuesday, August 05, 2008

Am I Guilty?

Aku nggak tau apa aku salah, ketika aku nggak mau ngebantuin temenku atau adikku...

Karena aku takut mereka nggak belajar...

Karena aku takut mereka jadi orang yang tergantung sama orang lain...

Dan nggak bisa apa-apa tanpa orang lain...

Konteksnya nggak sampe kita sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan...

Toh aku juga butuh orang lain untuk beberapa hal...

Gini lo,

I feel like a kind of guilty when you give money to beggar, then he never even walk to looking for money...

Entah kenapa di pikiranku, selalu terngiang...

Orang nggak boleh tergantung sama orang lain...

Aku berpikir,

Terkadang tekanan bisa membuat orang mendapat keterampilan baru

Dan keterampilan itu bisa bertahan...

Sekali lagi, pembahasan ini nggak sejauh pembahasan kita butuh petani karena kita nggak menanam padi sendiri...

Tapi sekedar basic independency...

That you are you with or without somebody else...

Show people that you’ve tried optimally before you ask for help.

You are liable!

Kabar Bahagia yang Telat Disampaikan

Masih Juli, tapi udah Juli akhir ni... Setelah postinganku yang aku buat dan akhirnya basi karena nggak juga diposting, dan aku akan tetep posting, aku akhirnya nerima nilaiku...

Surprise...

IPK ku sampe semester ini 2,84 (such a stupid one huh?)

Karena IP semester ini... 3,55 (such a clever one huh? You know what, Allah helps me all the way...)

Ketauan deh yang dulu-dulu kisarannya berapa...

Alhamdulillah...

Ada satu nilai terakhir dari minorku yang aku lama banget nungguin...

Aku kira aku dapet C, karena aku merasa aku nggak terlalu bisa...

Aku pasrah...

Ternyata...

Aku dapet A...

Alhamdulillah, aku kaget...

Aku sempet drop karena aku ada nilai D semester kemaren, which is, menyebabkan aku nggak bisa dapet beasiswa...

Qadarullah...

Tapi aku tau, inilah mungkin satu cara untuk nguatin aku...

Bahwa aku nggak perlu ngejar dunia...

Masih banyak hal berharga lain yang bisa aku kejar, yang lebih layak aku perjuangkan...

Bukan sekedar secarik kertas (yaaa, penting juga sih) dengan nilai ABC berderet (no D anymore!)...

If There is Someone...

If there is someone lost from me, I don’t want to search…

I’ll let “that someone” lost forever…

I’m not going to cry and beg “that someone” to come to my life and relieve the pain “that someone” made…

I’ll let that pain relieved by myself…

It’s hard to meet someone and then feel you needed by “that someone” somehow. After that, you feel like you don’t want anyone to need you anymore. Because at last, you’ll going to be the one who get hurts.

It’s not about appreciation from anyone. I don’t have to receive any thanks for any help I should do. I feel like a mother bird who teach her kid to fly and then the kid fly away and never come back again.

At last, I know the proper word to tell you what my heart really feel now…

Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Rooji’uun…

Hi There!

Hi, I’m here again. Do you miss my posting? Well, it’s a long holiday now, after some hard things that I had to get done, but now it’s done. You know what? I think I’m not really enjoyed this free time. I know for sometimes when I get so busy I still complain. But I think I want to have something to get done.

I don’t know why I feel like I’ve become someone who never really struggle for what I want. It’s not about struggling for better score in my college or any kind like that, I just feel like I don’t need to chase anything. I don’t have more than I can see ordinary people have. It’s like a very easy life for me. I shouldn’t complain about it.

I don’t want to request myself to do something. I really like play my life in a very safe zone. Alhamdulillah…

Honestly, I feel like I life for Allah and then myself. I feel like I just need to wait for the time He calls me to another world. It will be a very long journey, I should prepare something. I’m not asking for some obstacle in my life. I want this kind of life forever. I want to always feel comfort and I want to always be able to say thanks to Allah for all He’s been given to me.

I know it’s just a selfish from my heart, that I want someone needs me but in the other side, when someone needs me for any time (we know it as dependency), I feel like I’ve been used up.

I want someone to ask me some help and someone who know my limit.


Semoga apa yang ana usahakan bermanfaat bagi antum wa antunna...