Wednesday, December 17, 2008

Aku dan Recehan

Kadang aku kecewa dengan orang yang menilai diriku tanpa bertanya apa yang ada di kepalaku. Seperti ketika seorang protes karena aku menagih uang 500 rupiah yang dipinjam temanku, atau bahkan lebih kecil dari itu.

Yang aku hargai saat itu bukanlah uang, akan tetapi akad. Jika di awal akadnya adalah pinjam, maka kewajibanku untuk menagih. Jika aku tidak menagih justru aku zhalim. Aku tidak melihat apakah itu seribu, lima ribu, sepuluh ribu... Jika akadnya pinjam maka aku harus menagih. Itu yang aku pahami. Tapi ya tentu jika uang itu tidak berbentuk (dibawah seratus rupiah), aku juga nggak pengen menyulitkan temenku.

Sebaliknya, kalo aku pinjam 100 rupiah, dan aku berkata pinjam, maka aku ganti (walau kebanyakan nggak mau nerima...) karena itulah janjiku.

Belum lagi ketika salah seorang teman (teman? Koq kayak gitu?) menegur aku karena aku dianggap pelit gara-gara nggak ngisi uang sumbangan DKM di kampusku atau kegiatan dakwah harokiyyun di kampusku. Masya Allah, bukankah ada manusia yang masuk neraka karena seekor lalat yang dipersembahkannya untuk selain Allah?!

Belum lagi ketika aku terpaksa makan di mall waktu SMA (karena dalam perjalanan) dengan kawanku. Biasa lah, ada PPN. Saat itu salah seorang teman berkata, pajaknya dibagi empat ya (kalo nggak salah empat orang) sama rata. Lalu aku bilang, “Bukan gitu caranya, masing-masing membayar 10% pajak dari yang dia makan...” Buatku bukan masalah uangnya, tapi perhitungan semacam itu salah.

Mungkin aku orang aneh yang mau sibuk dengan recehan-recehan itu. Tapi, receh atau apapun, ketika menyangkut hak orang lain, walaupun mungkin itu sesuatu yang teramat kecil, kewajiban sesama Muslim untuk menjaga dirinya dari memakan harta orang lain tanpa alasan yang benar. Jika recehan itu memang kecil untuk beberapa orang, bukankah lebih baik recehan itu diberikan pada mereka yang lebih bisa menghargai recehan itu?

No comments:


Semoga apa yang ana usahakan bermanfaat bagi antum wa antunna...