Wednesday, December 24, 2008

What I Feel After Read That Message

Hmmm... Mau cerita dulu tentang proses aku menemukan tulisan ini. Aku sedang mencari tahu bagaimana sikap seorang salafiyyun ketika sedang sedih. Aku carilah di HP-ku di google dengan keywords “sedih salaf”. Eh, ketemu deh sama situs darussalaf.or.id, dan aku menemukan tulisan ini di dalamnya.

Aku seneng banget nemu tulisan ini karena ternyata ada yang pikirannya sama denganku. Aku merasa dibela (hehehe...) karena selama ini aku dianggap aneh dengan prinsip semacam itu. Aku senang...

Aku paling suka kata-kata ini,

Kesimpulan ini bukanlah suatu hal yang aneh, karena seorang wanita yang berani untuk berkenalan dengan lelaki dan bercanda dengannya lewat telepon serta berjalan-jalan dengannya sekehendak hati adalah “wanita murahan”... Bukan hanya di mata orang beragama saja, bahkan di mata para pemuda nakal sendiri... Kalau Anda bertanya kepada kebanyakan pemuda tersebut, Anda akan mendapatkan jawaban yang sama: “Siapa yang dapat menjamin kalau dia tidak akan berkenalan dengan lelaki lain setelah aku menikahinya?”.

Aku seneng karena bukan aku yang ngomong, tapi tepat banget kata-katanya seperti yang aku inginkan. Aku bukan mau menyudutkan kaumku sendiri, tapi kenyataannya, aku pun melihat telepon, SMS, Internet, kadang jadi alat untuk melakukan hal semacam itu.

Aku juga seneng karena tulisan ini nggak menyudutkan kaumku, karena para laki-laki pun semestinya menggunakan satu takaran, bukan dua takaran. Yang aku pahami mungkin maksudnya adalah standar ganda. Dia menganggap wanita yang ngobrol atau jalan-jalan dengan lelaki ajnabi (asing) sebagai wanita murahan, tapi dirinya sendiri nggak dianggap laki-laki murahan dan menginginkan wanita yang tidak seperti itu kalo mau menikah nantinya. Tapi aku yakin, seorang gadis yang terjaga akan Allah jodohkan dengan jejaka yang terjaga pula... Kalo laki-laki itu tukang kenalan, tukang becanda dengan wanita asing, bukankah pantasnya mendapatkan yang seperti itu juga?!

Yah, sekian sajalah tulisanku yang penuh semangat ini. Semoga aku termasuk kelompok wanita yang terjaga terus dan nggak termasuk kelompok wanita murahan, sehingga aku dipinang seorang yang juga terus terjaga dan tidak murahan... ^o^

Wanita-wanita yang Tidak Pantas untuk Dinikahi

Ditulis pada Oktober 23, 2007 oleh darussalaf.or.id


“Kami bercanda ria dengan gadis-gadis dan merajut tali cinta dengan mereka, akan tetapi ketika kami hendak menikah, sama sekali kami tidak berfikir tentang gadis yang sudah menerjang pagar etika dan berkenalan dengan seorang pemuda yang asing darinya tanpa mengenal rasa malu atau risih... Mungkin Anda merasa keheranan dengan kata-kata ini, akan tetapi kami memandang hubungan kami dengan sebagian gadis sebagai hiburan semata... Dan kalau kami menikah, maka dengan pandangan yang serius dan penuh kehati-hatian...”

Ini adalah kata-kata kebanyakan pemuda nakal, mereka berkenalan dengan para gadis dan mengikat hubungan yang diharamkan dengan mereka, akan tetapi mereka tidak pernah berfikir untuk menjadikan mereka sebagai istri... bahkan mereka menganggap gadis-gadis tersebut tidak pantas untuk itu...

H. M. L. Berkata: “Aku tidak pernah memaksa seorangpun dari mereka untuk berbicara dan menjalin hubungan denganku. Dan sungguh aku tidak akan membiarkan saudari-saudariku melakukan hal ini, karena mereka bukanlah termasuk jenis ini (wanita murahan) yang aku kenal dengan baik... karena mereka yang suka becanda dengan para pemuda melalui telepon hanyalah gadis murahan yang ada di jalanan... Seandainya mereka memiliki keluarga laki-laki, niscaya mereka akan menjadi bendungan yang kokoh dari terjerumusnya mereka ke dalam jurang yang berbahaya ini”, selesai.

S. D. –dia adalah pemmuda yang baru berusia 21 tahun– berkata: “Aku sampai beberapa waktu lalu masih suka bercanda dengan sebagian gadis-gadis lewat telepon, akan tetapi sekarang aku tidak mau melakukannya lagi. Hal ini dikarenakan seorang pemuda pada masa-masa dini dari umurnya seperti ini, jiwanya sangat labil, kepribadiannya lemah. Oleh karena itu sangat mudah untuk terpengaruh atau meniru temannya, dan hal inilah yang aku alami. Ketika aku mendapatkan seluruh temanku bercanda dengan para gadis melalui telepon dan mereka memiliki pacar, akupun tergelincir di saat berusaha untuk meniru mereka!! Terus terang, gadis-gadis yang suka bercanda dengan laki-laki lewat telepon akhlaknya sangat rendah, walaupun aku menganggap hal ini adalah hal yang biasa, akan tetapi aku tidak rela bila saudari-saudariku melakukannya. Karena gaya hidup ini tidaklah ditempuh kecuali oleh wanita-wanita jalang”, selesai.

Kesimpulan ini bukanlah suatu hal yang aneh, karena seorang wanita yang berani untuk berkenalan dengan lelaki dan bercanda dengannya lewat telepon serta berjalan-jalan dengannya sekehendak hati adalah “wanita murahan”... Bukan hanya di mata orang beragama saja, bahkan di mata para pemuda nakal sendiri... Kalau Anda bertanya kepada kebanyakan pemuda tersebut, Anda akan mendapatkan jawaban yang sama: “Siapa yang dapat menjamin kalau dia tidak akan berkenalan dengan lelaki lain setelah aku menikahinya?”.

Kita senang mendengar semangat para pemuda seperti ini, akan tetapi sangat disayangkan mereka hanya berfikir untuk diri sendiri dan tidak mau memikirkan saudara mereka sesama muslim. Padahal Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya):

“Sesungguhnya apabila engkau mencari-cari aib orang lain, maka engkau telah atau hampir merusak mereka” (HR. Abu Dawud. Lihat Shahih Jaami’ush Shoghir no. 2295).

Kita berharap dari mereka agar mau menakar dengan satu takaran bukan dengan dua takaran.

Kemudian masih ada akibat yang pasti didapatkan yang terlalaikan oleh gadis penyeleweng ini, akan tetapi tidak lama lagi dia akan melihatnya sebagai kenyataan... Kenyataan ini diutarakan oleh para pemuda, yaitu mereka tidak pernah berfikiran untuk menjadikan gadis-gadis jenis ini sebagai istri, bahkan sekedar terminal untuk hiburan.

Kalaupun sempat ada seorang pemuda melamun berfikir untuk menikah dengan gadis yang terjalin dengannya “tali...” niscaya pihak-pihak lain akan campur tangan dan melarangnya untuk menikah dengan gadis ini. Mereka adalah keluarganya, apabila mereka adalah keluarga yang memiliki pamor yang baik...

Seorang gadis bernama F. B. Berkata, “...aku tidak merasa kalau aku telah ketagihan untuk bercanda lewat telepon, padahal aku betul-betul yakin kalau hubungan antara seorang gadis dan lelaki dengan cara seperti ini adalah sebuah kesalahan. Hubunganku dengan salah seorang pemuda berlanjut sehingga bersemilah benih cinta, akan tetapi keluarganya melarangnya untuk melamarku, kemudian berakhirlah kisahku dengannya...” selesai.

Apabila gadis ini telah mengetahui hasil yang pasti dia dapatkan, lali kepana dia tidak berhenti semenjak awal dan menutup pintunya dari terpaan badai fitnah yang menyambar-nyambar!?

Ini adalah pengakuan dari para pemuda yang telah mencoba untuk meniti jalan yang penuh dengan pengkhianatan, janji palsu, serta kata-kata kotor. Dan pengakuan dari para gadis yang pernah mencoba jalan yang sama, mereka semua mengakui akan bahayanya jalan yang mereka lalui, serta hasil negatif yang sudah menanti mereka.

Ini sangat jelas sebagai pertanda terbaliknya pandangan para pemuda terhadap para gadis serta sikap mereka yang menganggap gadis-gadis tersebut bersifat sangat jelek dan rendah. Sedang mereka tidak rela kalau saudari-saudari mereka seperti gadis-gadis tersebut. Ini adalah bukti bahwa mereka menganggap gadis-gadis tersebut sebagai perempuan murahan, tidak punya kehormatan dan rasa malu, serta rusak moral mereka...

Dan ini juga adalah gambaran seorang gadis yang terbalik, gadis yang hanyut dalam pacaran, padahal dia menyadari kalau dia hanya sebagai alat hiburan (pengisi kekosongan) dalam kehidupan pemuda tersebut... Dia tidak naik martabatnya menjadi seorang istri... Dimana letak sikap jujur terhadap diri sendiri dan kemandirian sikap?!

Bertaqwalah kepada Allah karena taqwa kepada Allah tidaklah masuk di hati seseorang kecuali dia akan berhasil. Bukanlah pahlawan orang yang berhasil memotong jalan. Akan tetapi orang yang bertaqwa kepada Allah dialah pahlawan.

Sumber: Dlohiyah Mu’aakasah

http://abdurrahman.wordpress.com/2007/10/15/wanita-wanita-yang-tidak-pantas-untuk-dinikahi?#more-419

http://darussalaf.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=931

Sunday, December 21, 2008

It's Too High Self Esteem

I’ve ever been blamed for the words I never said.

I’ve ever been punished for the mistake I never did.

Sometimes I want to show people how wrong they are.

But then I think I don’t need to do it.

Maybe that is the way from Allah to let me see

Rather than doing a denial

I’m not a kind of person who will try anything to make people trust me.

If they know who I am, they will know how much I mean what I said.

I think they will regret have misjudged me… ^-^

Wednesday, December 17, 2008

Aku dan Recehan

Kadang aku kecewa dengan orang yang menilai diriku tanpa bertanya apa yang ada di kepalaku. Seperti ketika seorang protes karena aku menagih uang 500 rupiah yang dipinjam temanku, atau bahkan lebih kecil dari itu.

Yang aku hargai saat itu bukanlah uang, akan tetapi akad. Jika di awal akadnya adalah pinjam, maka kewajibanku untuk menagih. Jika aku tidak menagih justru aku zhalim. Aku tidak melihat apakah itu seribu, lima ribu, sepuluh ribu... Jika akadnya pinjam maka aku harus menagih. Itu yang aku pahami. Tapi ya tentu jika uang itu tidak berbentuk (dibawah seratus rupiah), aku juga nggak pengen menyulitkan temenku.

Sebaliknya, kalo aku pinjam 100 rupiah, dan aku berkata pinjam, maka aku ganti (walau kebanyakan nggak mau nerima...) karena itulah janjiku.

Belum lagi ketika salah seorang teman (teman? Koq kayak gitu?) menegur aku karena aku dianggap pelit gara-gara nggak ngisi uang sumbangan DKM di kampusku atau kegiatan dakwah harokiyyun di kampusku. Masya Allah, bukankah ada manusia yang masuk neraka karena seekor lalat yang dipersembahkannya untuk selain Allah?!

Belum lagi ketika aku terpaksa makan di mall waktu SMA (karena dalam perjalanan) dengan kawanku. Biasa lah, ada PPN. Saat itu salah seorang teman berkata, pajaknya dibagi empat ya (kalo nggak salah empat orang) sama rata. Lalu aku bilang, “Bukan gitu caranya, masing-masing membayar 10% pajak dari yang dia makan...” Buatku bukan masalah uangnya, tapi perhitungan semacam itu salah.

Mungkin aku orang aneh yang mau sibuk dengan recehan-recehan itu. Tapi, receh atau apapun, ketika menyangkut hak orang lain, walaupun mungkin itu sesuatu yang teramat kecil, kewajiban sesama Muslim untuk menjaga dirinya dari memakan harta orang lain tanpa alasan yang benar. Jika recehan itu memang kecil untuk beberapa orang, bukankah lebih baik recehan itu diberikan pada mereka yang lebih bisa menghargai recehan itu?

Kisah Perjalanan Pulang

Hari ini, ketika aku melewati jalan ke rumahku, aku merenung...

Entah berapa lama lagi aku berjalan di jalan menuju rumahku...

Entah berapa lama lagi aku pulang dan menyapa adikku, orang tuaku, kakakku...

Jadi sedih...

Apakah ketika menikah nanti aku harus kehilangan semua ini?

Seberapa seringkah nanti aku bisa menemui keadaan seperti ini?

Masya Allah...

Ketika aku membayangkan diriku pergi dari rumah yang kutinggali sedari aku kecil, entah semangat menikah itu luntur seketika. Apalagi setelah membaca majalah tentang suami perfeksionis. Waduh... Tambah kacau pikiranku...

Tapi...

Aku yakin, hati ini akan menemukan tempat barunya nanti. Karena dengan menikah aku tidak memutus silaturahim, namun menambah kerabat mereka juga. Karena dengan menikah lengkap separuh agamaku. Was-wasku ini entah bagaimana menghilangkannya. Yang jelas, aku harus yakin bahwa hidupku telah ditentukan oleh Allah dengan sempurna. Aku hanya berharap proses yang akan kujalani baik, dan akan berakhir baik pula...

Ittaqullah! Ittaqullah! Ittaqullah! Ittaqullah!

Sunday, December 07, 2008

Stop Mengeluh!

Dinukil dari Madarijus Salikin,

“Jika engkau tertimpa musibah maka bersabarlah terhadapnya, sebagaimana kesabaran yang diperintahkan oleh Dzat Yang Maha Mulia, Yang lebih tahu terhadap dirimu...

Jika engkau mengeluh kepada anak Adam, sesungguhnya engkau mengeluhkan Ar-Rahim (pemberi rahmat yakni Allah) kepada orang yang tidak memberi rahmat.”

(Disalin dari buku Nasehatku untuk Kaum Wanita, Ummu Abdillah Al-Qadi’iyyah)

Beda loh, antara mengeluh pada Allah dan mengeluhkan Allah. Mengeluhkan Allah tu ya seperti itu, nggak terima atas ketentuan Allah yang menimpa kita, pada hal besar ataupun kecil.

Emang terkadang lisan secara reflek mengeluh. Kadang ketika tertimpa sakit, tertimpa musibah, ketika cuaca panas, dan sebagainya. Sakit sedikit (atau banyak), langsung berkata, “Aduh... Sakit...”. Tertimpa musibah, langsung berkata, “Sial!” atau bahkan cacian lain. Padahal Allah yang Menciptakan segala keadaan. Trus ketika hujan atau panas, kadang lisan berkata, “Aduh, panas banget sih...”, “Aduh, kok hujan sih?”

Masya Allah...

Memang sulit menjaga lisan, tapi bukan berarti tidak bisa. Jangan sampai lisan kita kotor oleh keluhan. Banyak cara yang bisa dilakukan supaya nggak mengeluh.

Ketika sakit, carilah sesuatu yang bisa disyukuri sehingga diri akan malu untuk mengeluh. Sekali lagi, ini memang sulit, tapi bisa dilakukan. Just take your medicine, doing something to relieve the pain, karena mengeluh nggak akan mengurangi rasa sakit.

Pengalamanku, aku lebih sering kasihan sama orang yang kuat, tegar, nggak mengeluh, dibandingkan dengan orang yang sakit sedikit ngeluhnya lebay...

Ketika tertimpa musibah, ucapkanlah “Innalillaahi wa inna ilaihi raaji’uun...” It’s so much easier than complaining.

Ketika udara panas, ya udah sih... Masih bisa jalan kan? Masih bisa nafas kan? Ketika hujan, masya Allah... Hujan kan rahmat dari Allah... Koq dikeluhkan sih...

Ayo kita belajar bersabar dan saling mengingatkan dalam kesabaran...

Bersabar atas Celaan

Disebutkan dalam Sunan Abu Dawud dari hadits Jabir bin Sulaim bahwa Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

“Jika seseorang mencela dan mencercamu dengan suatu kejelekan yang diketahuinya pada dirimu, maka janganlah engkau balas mencelanya dengan suatu kejelekan yang engkau ketahui pada dirinya. Karena sesungguhnya dosa atas hal itu dibebankan kepada dirinya.”

(Disalin dari buku Nasehatku untuk Kaum Wanita, Ummu Abdillah Al-Qadi’iyyah)


Semoga apa yang ana usahakan bermanfaat bagi antum wa antunna...