Wednesday, March 28, 2007

Jangan...

Ada kata-kata bagus...

Tentang cinta...

Jangan mencintai (lawan jenis yang bukan mahram) sebelum menikahi...

Masih banyak yang halal untuk dicintai...

OK!

Sunday, March 25, 2007

Rendahkanlah Hatimu

Rendahkanlah hatimu, jadilah seperti bintang yang bayangannya berada di kerendahan permukaan air, menerangi siapapun yang melihatnya, padahal ia berada tinggi di atas langit sana.

Janganlah kamu seperti asap yang melayang tinggi ke udara, padahal dia itu rendahan dan hina.

Sunday, March 18, 2007

Feel No Support

Am I just like an evil if I say, “No one support me…”?
But really, it’s like a very hard work that I have to get it done by myself…
Sometimes I feel it’s really unfair
I have to take responsibility for any of my decision
(That’s normal anyway…)
But I feel I can’t share what I feel to my own family
It’s not about ignorance when I have to do my calculus by myself
It’s not about I have to do all my tasks and home works by myself, when my older brother get some helps from my parent

I…


Really don’t know…


What is it about!


You know, it’s a really hard work to know what’s wrong without blame anyone
I just wonder why there’s just very few people support me, and they are not my family
I hope it’s not a serious problem

The Victims

When we read a newspaper and read a very awful tragedy, accident, and that kind, we often read the amount of the victims, whether it’s 1, 2, or more.

But, have you ever think about the victims’ family? It’s not about one or two; it’s about losing anyone that they love…

I'd Better

I’d better...
I’d better lost one of my friends than saw my friend in a different faith with me. I’d better lost one those I love so much than saw he/she in a different faith with me

Seseorang tidak akan diwafatkan...

Seseorang tidak akan diwafatkan kecuali telah habis rizkinya…

Khasiat Meninggalkan Musik

“Benar-benar akan terjadi dari ummatku sekelompok kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras, serta alat-alat musik.” (HR. Bukhari)

Dari dalil yang jelas ini, tentu bisa disimpulkan bagaimana hukum musik itu. Semoga Allah memberi kita hidayah untuk memahami dan melaksanakan hukum-Nya.

Alhamdulillah, setelah ketergantungan akut dan hampir membunuh jiwa, musik mulai hilang dari kamus kebutuhan hidup ana. Sungguh, musik hanyalah racun yang menipu perasaan. Rasa nyaman yang ada hanya kepalsuan, sugesti kosong. Musik dalam segala bungkusnya sama saja. Jika musik itu racun, ana tidak ingin memakannya walaupun ditumpahi segalon madu. Penyebutan adanya musik Islami adalah dusta yang dengan bodohnya pernah ana percayai!

Setelah berhenti menyengajakan diri mendengarkan musik dan berusaha semaksimal mungkin menutup telinga dari apa yang haram ini, ana merasa Allah lebih menguatkan hati ana. Hafalan ana lebih mudah masuk dan lebih sulit hilang, semua atas izin Allah.

Hati ana kini lebih tenang... Belajar pun lebih enak. Ketika mendengar musik lagi, kepala ini rasanya pusing!

Jika boleh ana menyesal, ana menyesali kebodohan ana di masa lalu. Namun ana bersyukur karena Allah masih memberi ana kesempatan meninggalkan kemunkaran ini di masa hidup ana yang entah berakhir kapan.

Hanya Allah yang menolong ana meninggalkan apa yang berbahaya bagi jiwa ini...

Sunday, March 04, 2007

We Are More Precious Than the Diamond

When you have a diamond, you’ll keep it in a tidy closed box. You won’t let any finger touches yours. You’re so afraid if that diamond scratched or lost.

Do you feel you’re more precious than the diamond?

If you do, I’m sure you’ll safe yourself behind the tidy closed clothes. You won’t let any finger touches you. You’re so afraid if yourself being scratched or wounded.

Yes…
We Are More Precious Than the Diamond

Merasa Nggak Sederajat...

Jujur, setelah kuliah, ana sering merasa strata sosial makin tergaris dengan tegas. Ada orang berpendidikan (yang nggak bosen-bosennya sekolah), ada orang kaya, dan kadang ana merasa nggak ingin berada dalam keduanya...

Waktu SMA, kadang ana merasa terbuang kalo temen-temen lagi belajar kelompok, lantaran sekolah ana adalah sekolah unggulan yang anaknya pinter-pinter. Alhamdulillah ana pun termasuk pinter tapi agak soliter. Harus belajar sendiri. Alhasil, jadilah ana orang bodoh ketika belajar bareng... Hiks...

Waktu temen-temen ngomongin soal ujian fisika atau kimia, paling mereka bilang, ”Yaa... gue salah ngitung...” Padahal saat itu ana bener-bener pengen bilang, ”Tadi itu soal apaan sih?” saking nggak ngertinya...

Pernah suatu hari ana mau patungan beli kado buat anaknya temen. Jujur aja, ana jarang banget kasih kado, gara-gara sering bokek. Saat itu ana patungan seorangnya hampir 15 ribu. Ya Allah... Salah ana ngajak orang kaya untuk patungan. Bukannya meringankan beban, malah milih barang-barang mahal untuk dijadiin kado dan biayanya dibagi rata, padahal rata-rata temen yang lain pun agak kesulitan uang. Saat itu ana takut banget jadi orang mubadzir.

Bagaimanapun, mungkin perasaan ini nggak perlu ana rasain. Ana pun sempet kecewa dengan seorang teman yang mengatakan bahwa orang berpendidikan itu pandangannya lebih luas. Allahu a’lam. Andai pun itu benar, ana kurang setuju jika hal itu disamakan dengan orang yang nggak berpendidikan pandangannya sempit.

Tiap orang diberi kesempatan yang berbeda. Ada yang pintar dan bisa terus belajar dan kuliah, ada yang pintar tapi nggak punya kesempatan kuliah, ada yang biasa aja tapi kesempatan kuliah terbuka lebar.

Begitu juga urusan rizki. Ada ditakdirkan Allah lahir di keluarga yang berkecukupan, ada yang ditakdirkan lahir di keluarga yang agak kurang sana sini, ada yang lahir dan cukup gizi, makanan bagus, orangtua berpendidikan, atau sebaliknya. Tapi itu semua bukan berarti seorang nggak bisa berubah. Jika Allah udah menakdirkan orang miskin jadi kaya, atau orang berpendidikan tiba-tiba nggak bisa berpikir sama sekali, atau sebaliknya, nggak ada yang bisa menghalangi!

Jadi... Buat orang-orang pintar, cendekiawan, orang kaya, tetaplah sederhana. Kaburkan garis strata. Jangan tegaskan perbedaan yang ada. Semoga kepintaran dan kekayaan anda semua bermanfaat untuk ummat Islam...

Dewasa

Kadang ana bingung dengan kata-kata ”dewasa”, kadang tuntutan untuk menjadi dewasa jadi beban tersendiri buat ana, apalagi orang bilang ana termasuk orang yang sikapnya kayak anak kecil. Nggak ngerti dimananya... Susah mendefinisikan dewasa itu apa. Mungkin secara umur, dewasa adalah usia setelah remaja.

Buat ana, dewasa itu suatu proses, bukan hasil. Setiap orang yang dewasa bukan berarti nggak pernah ketawa (serem amat orang yang nggak pernah ketawa lantaran pengen dianggap dewasa!). Dewasa adalah menerima karakter diri dengan memperbaiki apa yag kurang agar ideal sesuai dengan ketentuan Allah.

Proses pendewasaan adalah ketika segala pertimbangan kita didasarkan pada timbangan syar’i. Dewasa adalah ketika seorang bisa mengendalikan hawa nafsunya, tanpa membunuhnya atau membiarkannya liar.

Sebagai pribadi, kita nggak bisa menuntut seorang untuk bersikap dewasa dengan definisi dewasa menurut diri kita sendiri. Bahkan kita pun nggak berhak mengatakan bahwa kedewasaan telah ada pada diri kita. Tiap orang cengengesan bukan berarti tidak berpikir. Tiap orang yang diam belum tentu sedang berpikir. Allahu a’lam.

Jangan sampai mendefinisikan kedewasaan ini membuat kita lalai dari tugas utama, yaitu beribadah dengan ikhlash untuk Allah dan ittiba’ dengan apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah Shalallaahu ’Alaihi Wasallam. Allahu musta’an...

Alhamdulillah...

Alhamdulillah, ana dapat kesempatan untuk ngetik lagi di blog ini. Semoga setiap posting yang ana kirim bermanfaat buat yang baca, entah siapapun itu...

Semoga apa yang ana usahakan bermanfaat bagi antum wa antunna...